Hingga malam ini, aku masih saja berada dalam situasi yang belum bisa kuyakini sepenuhnya. Selalu saja ada keraguan dalam menetapkan satu kepastian. Perihal peta jalan kehidupan yang benar-benar harus aku pilih. Beberapa hari yang lalu, di saat aku berada dalam tepian tapal batas antara Atambua dan Timur Leste, ada idealisme besar dimana aku terpanggil untuk turut serta menarik tegas garis lintas batas antara 2 negara itu, lalu membantu penghidupan warga perbatasan. welewhh…
Kawasan perbatasan itu, dihuni ribuan warga yang minim air, listrik, jalan, dan makanan. Harusnya aku berani bermimpi, bahwa suatu kelak aku harus mampu mengubah nasib mereka. Tapi beberapa waktu yang lalu tak berapa lama kemarin, aku telah membenamkan mimpi-mimpi besarku karena aku lebih yakin dengan jalan setapak yang makin samar dan buntu. Aku ingin hidup dengan lebih sederhana, tanpa dibebani idealisme ataupun obsesi yang melelahkan. Tapi saat aku berdiri di titik tapal batas itu, idealisme menyemburat dan tampak percikan kecilnya.
Terasa sesak pandangan mataku, saat dalam perjalanan menuju titik pilar batas lainnya yaitu di Napan – Oecussi RDTL…terlihat segerombolan anak-anak kecil berjalan di pinggir jalan negara – dengan membawa seember air yang entah dari mana asalnya. Mereka suka selonongan ke arah tengah jalan tanpa takut tertabrak mobil atau truk. Yang jelas..itu air diambil dari tempat yang cukup jauh..dengan terik panas dan tanah cadas yang membakar. Mereka..anak-anak seusia 7 tahun..ada juga yang 5 tahun..bahkan 3 tahunan – membawa ember dengan tertatih. Seember air… menjadi pekerjaan rumah mereka.
Aku coba tersadar kembali dengan situasiku, dan aku tak ingin meneruskan cerita yang kurang nyaman di benak pikiranku ini. Bukan karena anak kecil dengan seember airnya, tapi karena aku tahu pasti dengan akhir cerita itu dimana aku takkan bisa berbuat nyata dengan cerita itu.
Aku masih dalam status kesangsian, hingga malam ini. Akankah aku terus berkhayal dan menulis tentang sesuatu yang nyata kemudian aku imajiner-kan? Akankah sebuah tulisan, itu memang benar adanya akan mampu mengubah nasib seseorang, masyarakat, atau bahkan sebuah peradaban? Akankah dengan mengejar mimpi-mimpi besar… akan benar menghadirkan keteladanan yang bisa tertulis dalam lembaran buku sejarah? Perlukah itu? Atau haruskah naluri kekuasaan pantas untuk dituruti sementara setiap jengkal yang terengkuh selalu meninggalkan luka yang berdarah? Walau terkadang aku sadar dengan setengah sadar, bahwa aku terlalu melankolis dengan kehidupan ini.
Menulis, mungkin bisa membuat hidup lebih sederhana. Tak banyak konfrontasi, dan mungkin bisa hidup dengan semiliran angin di pinggir sawah. Terasa sangat mendamaikan, dan ringan bukan. Tapi kalau hanya dengan menulis, sepertinya tidak akan bisa mengubah apapun. Atau jadilah sosok superbody yang berani menegakkan kebenaran dan membasmi kebobrokan negeri ini. Bangkitkan negeri ini dan bersihkan dari para perampok uang negara. Tapi tak bisa diayal lagi tentu akan banyak konfrontasi dan bahkan peperangan, dan berujung pada pesimisme. Atau jadilah pribadi yang nyaman, berpikiran lurus, tekun dalam bekerja, dan jadilah pengayom masyarakat. Tapi, pekerjaan macam apakah itu? Apa mungkin jadi kyai…guru…atau pak lurah ???
Aku perlu merenungi apa maksud kata Muse, “don’t waste your time or time will waste you.”
51 comments
Ya…kita seperti melihat sinetron, kita hanya bisa melihat dan terhanyut dengan apa yang kita lihat, tapi tak bisa berbuat apa-apa.
wah mantap nih tulisan2nya.. bolehkah bertukar link? :)
saya gak suka menulis tapi sukanya oret2 ga jelas … hehe
salam kenal mas..
ayo semangat, kalo ada niat pasti ada jalan keluarnya…semangat bro…
salam kenal
Hebat niy tulisannya, slm kenal.
:D tulisannya keren banget nih .
pengen deh mahir nulis kaya gini .
sukses trus ya mas
salam kenal mas…
sambil baca-baca artikel
daerah perbatasan adalh wajah ibukota yg sebenarnya..
ayo semangat, kalo ada niat pasti ada jalan keluarnya…semangat bro…
salam kenal
Mantab gan….
‘don’t waste your time or time will waste you’ bener gan! luar biasa :D
hemm,,menulis adalah salah satu hoby yang tidak bisa dipaksakan,
salam kenalnya..
pesimis itu gak boleh sob…harus optimis…tetep berusaha…tetep semangat….
n jangan lupa doa..
sukses selalu aja sob…good luck….
tulisan yang sangat bagus,,,membuat saya memerawang jauh ke daerah perbatasan,membayangkan kehidupan di sana yang serba sulit
bagus banget tulisannya, saya suka banget dalam hal menulis:D
berkunjung sambil baca2 tulisannya.. menarik :)
I wont waste my time, coz time is money for me..
tulisan berkelas :cool:
menarik artikelnya…salam persahabatan ya
artikelnya sangat membantu saya,,makasih gan
menarik artikelnya…sukses yaaa…
warga tepian (perbatasan) sepertinya masih harus banyak bersabar, maklumlah penguasa kita masih sibuk mementingkan diri sendiri :D
memang sih sangat disayangkan yah daerah perbatasan, seprti tersisihkan, klw cerita cerita pembangunan pasti deh isinya jakarta muluu
kasian mereka yang hidup dipermatasan………
:((
Saya sudah cukup lama mendengar tentang derita yang dirasakan oleh “mantan” saudara setanah air ini. Kadangkala saya bertanya dalam hati “Akankah hidup mereka lebih baik bila tetap bersama dengan Indonesia?” Hanya Tuhan yang tahu jawabannya…
Kasihan ya mereka seharusnya pemerintah tidak diam saja dan terlenan dengan hal ini
hidup harus semangat, dan juga optimis. kalau kita ga percaya kepada kemampuan diri kita sendiri, lalu siapa yang akan percaya kepada kita????
tetaplah semangat, karena dengan semangat itu paling tidak kita sudah memberikan apa yang kita bisa lakukan….
Mantap Sob.,,
ass.
gan saya beru kali ini berkunjuung ke web ini semoga nantinya bisa memberikan suatu manfaat yang bisa menambah wawwasan saya di dalam blog ini . .
Saya juga suka nulis tapi belum pernah nulis sebagus ini , he
puitis sekali, anggun berdawai-dawai, membacanya seperti tenggelam dalam ombak kesunyian, hhehe .. *nice touch.
sungguh tulisan akang ini penuh dengan kiasan2…yang sangat simphony…..salam kenal y….
hanya kata “great” yang bisa saya sampaikan. kata2nya seolah olah memberi jutaan insfirasi bagi saya.hebat.
ada kata bijak arab yang mirip dengan:don’t waste…yaitu “al-waktu kas saif in lam taqta’hu qata’ak” waktu laksana pedang jika engkau tidak memotongnya maka engkau akan dipotong olehnya,carilah kebenaran di manapun berada…
itulah gan pemerintah yag kita ciantai ini lebih mementingkan korupsi ketimbang pembangunan daerah perbatasan.
Saya juga pernah berada di perbatasan Indonesia – Timor Leste
Ironis memang melihat kondisi yang jauh berbeda dengan ibu kota
Tapi ada info mengenai Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan
Mudah-mudahan hal itu dapat menjadi dasar kebijakan yang diterapkan dengan baik
Sehingga kawasan perbatasan tidak lagi tertinggal
di setiap mslh pst ada jlan keluar nya,aslkn kita punya keyakinan untuk menjalani nya…,,keep spirit.
pemerintah hanya memikirkan di daerah perkotaan saja tanpa memikirkan daerah pinggiran
ass.
gan saya beru kali ini berkunjuung ke web ini semoga nantinya bisa memberikan suatu manfaat yang bisa menambah wawwasan saya di dalam blog ini . .
Nice info gan
menikmati angin semilir memang nikmat, terlebih kalo ditemani secangkir kopi hangat … salam kenal mas :)
Salam kenal dari newbie nih pengen jalin silaturahmi lewat dunia maya,,
di tunggu kunjungan baliknya yah gan
:D
miris sekali…sungguh sangat memprihatinkan nasip mereka…!!!
enak dibaca deh.. keep post gan
Perbatasan Indonesia harus dijaga dengan baik, demi tegaknya NKRI, he…
itu gambar perbatasan indo-timur leste gan, cuma gitu doang,, ada penjaganya gk ya..
manarik sekali nukilan ceritanya. memberikan inspirasi. bagus artikelnya.
Semua hal besar bisa menjadi nyata karena berawal dari mimpi-mimpi.
lika liku hidup kadang menggabarkan hitam putih suatu keadaan yang mana akan kita jumpai di masa depan kelak…
kang lika liku kehidupan menciptakan hitam putihnya kehidap ini